Kasus Timor Timur merupakan
kisah sedih tentang lepasnya
sebuah daerah yang sudah
banyak mengorbankan nyawa,
biaya, dan perhatian di
Indonesia beberapa tahun
silam.
Dahulu sebelum bergabung
dengan Indonesia di Timor
Timur lahir lima partai, yaitu;
partai
UDT yang menginginkan Timor
Timur bergabung dengan
portugal, partai ASDT yang
berganti nama menjadi
FRETILIN menginginkan Timor
Timur menjadi Negara
merdeka, serta tiga partai lain
yang menginginkan Timor
Timur bergabung dengan
Indonesia yaitu: AITI yang
berubah nama menjadi
APODETI, KOTA, dan Partido
Trabalhista/Partai Buruh.
Kemudian pada 11 September
1975 tiba-tiba UDT
mendeklarasikan keinginannya
untuk bergabung dengan
Indonesia.
Dan pada 28 November 1975
atas cetusan FRETILIN, Timor
Timur pun merdeka dengan
nama Republik Demokratik
Timor Timur.
Deklarasi tersebut tidak
diterima partai lain yang Pro-
integrasi, sehingga kelompok
Pro- integrasi mendeklarasikan
integrasi dengan Indonesia
pada 30 November 1975 dan
meminta dukungan agar
Indonesia ambil alih Timor
Timur dari kekuasaan FRETILIN
yang berhaluan marxis-
Komunis.
Saat Indonesia mendarat di
Timor Timur pada 7 Desember
1975, FRETILIN dan ribuan
rakyatnya mengungsi ke
pegunungan untuk melawan
Indonesia.
Pada akhirnya penduduk
banyak yang meninggal karena
pemboman dari udara oleh
Indonesia, kelaparan, penyakit,
dan bahkan ada yang karena
dibunuh sesama FRETILIN di
hutan.
Perbedaan sikap politik antara
partai-partai yang ada
menimbulkan perang saudara
dan Indonesia terus mengikuti
kondisi atas peristiwa tersebut.
Adapun tanggapan Indonesia
terhadap permintaan
kelompok Pro- integrasi yaitu
menerima Timor Timur sebagai
bagian dari Indonesia.
Timor Timur pun bergabung
dengan Indonesia secara legal/
resmi sesuai UU.No7/1976,
pada tanggal 17 Juli 1976.
Integrasi “bumi Loro Sae“ ke
NKRI tersebut merupakan buah
aspirasi masyarakat Timor
Timur sendiri melalui deklarasi
Balibo.
Karena bergabung di
Indonesia belakangan, Timor
Timur pun bukan bagian utuh
dari Indonesia, karena tidak
termasuk dalam Indonesia
pada saat Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia.
Pada waktu itu Presiden
Habibie menganggap
pembiaran integrasi Timor
Timur ke Indonesia oleh dunia
internasional terutama
Amerika dan sekutunya
disebabkan saat itu terjadi
kekosongan kekuasaan di
Timor Timur dan karena
khawatir Timor Timur menjadi
daerah komunis lewat
FRETILIN.
Namun setelah Blok Timur/
Komunis runtuh, dunia barat
mulai mempermasalahkan
integrasi Timor Timur tersebut.
Selain desakan referendum
oleh PBB dan Portugal serta
desakan internasional, sejak
awal peralihan Orde Baru ke
Reformasi Timor Timur masih
terus menjadi beban bagi
Indonesia karena gejolak
masyarakat disana yang
sebagian besar pro
referendum sementara tidak
sedikit curahan sumber daya
untuk Timor Timur yaitu 93%
APBD provinsi ini ditanggung
oleh Negara yang jauh berbeda
dengan bantuan untuk daerah
lain.
Alokasi dana dari Indonesia
ditujukan untuk pembangunan
di Timor Timur yang luasnya
14.609 km².
Bantuan itu berupa dana
pembangunan daerah inpres
dan dana sektoral masing-
masing berjumlah Rp 350,7
miliar dan Rp 602,4 miliar yang
mendorong kemajuan di Timor
Timur.
Hasilnya kesejahteraan sosial ,
angka melek huruf, ruas jalan
beraspal, hingga bangsal di
Rumah Sakit pun terus
bertambah,Bahkan saat
semakin besar potensi untuk
berpisah dengan Indonesia
tahun 1999, Timor Timur
masih menerima alokasi APBN
sebesar Rp 187,3 Miliar untuk
pembangunan provinsi, kota,
desa, dan jaringan pengaman
sosial, serta untuk
menanggulangi kemiskinan.
Sehingga Timor Timur menjadi
seperti benalu bagi Indonesia
bahkan sampai di akhir-akhir
masa integrasinya
Selain dana yang cukup besar
dari pemerintah untuk Timor
Timur, masalah daerah lain
yang ikut ingin merdeka,
masalah gerilya politik oleh
kelompok Anti-integrasi, dan
kritik serta kecaman Negara-
negara barat atas pelanggaran
HAM di Timor Timur yang terus
ditujukan kepada Indonesia,
semua itu semejak Timor
Timur menjadi provinsi ke-27
di Indonesia.
Dan perang saudara selama 3
bulan September-November
1975 di Timor Timur dan
pendudukan Indonesia selama
23 tahun 1976-1999, sudah
lebih dari 200.000 orang
meninggal dan 183.000
diantaranya disebabkan
tentara Indonesia yaitu karena
keracunan bahan kimia dari
bom,Karena hal tersebut PBB
tidak setuju dengan integrasi
Timor Timur ke
Indonesia,Ketidaksetujuan PBB
juga dikarenakan ada kaum
anti-kemerdekaan yang
didukung Indonesia
melakukan pembantaian
balasan secara besar-besaran
dimana sekitar 1.400 jiwa
tewas dan 300.000 jiwa
dipaksa mengungsi ke Timor
Barat.
Untuk mengatasi
permasalahan di Timor Timur.
Sumber: infomus.mywapblog.com
0 komentar:
Posting Komentar
dari artikel di atas ada yang mau ditanyakan?